Dua Belas masa berjalan jauh,
Berusaha untuk,
Bertahan untuk,
berdiri untuk,
…..
dan memakan,............
waktu untuk,
pikiran untuk,
tenaga untuk,
kepercayaan untuk,
harga diri untuk,
dan biaya untuk.
Dalam rumah itu ada banyak cita-cita yang terpaku di setiap dinding-dinding temboknya, Sesering itu cita-citanya ada yang tertutup debu, ada yang terbuka tapi tertutup kain lusuh.
Dari jauh suara tapak kaki yang ringan mulai memasuki halaman rumah itu ditemani debu-debu yang menari riang di sepatu coklatnya. Mukanya tampak menyiratkan kegelisahan yang tertulis dari keringat menempel di baju putihnya.
Tanganya melemas terbebani kertas dalam tas hitamnya, lalu diketuklah pintu rumahnya “Assalamu’alaikum, suasana rumahnya sepi, tak seramai alam pikirannya. Dan ia-pun mengambil kunci rumah dan membukanya, berjalan masuk dan melepas sepatunya disudut ruang tamu.
Tas hitamnya masih menggelantung di badanya dan Ia-pun duduk dan merebahkan badanya pada kursi kesayanganya, kursi putar berwarna biru.
Dari jauh suara tapak kaki yang ringan mulai memasuki halaman rumah itu ditemani debu-debu yang menari riang di sepatu coklatnya. Mukanya tampak menyiratkan kegelisahan yang tertulis dari keringat menempel di baju putihnya.
Tanganya melemas terbebani kertas dalam tas hitamnya, lalu diketuklah pintu rumahnya “Assalamu’alaikum, suasana rumahnya sepi, tak seramai alam pikirannya. Dan ia-pun mengambil kunci rumah dan membukanya, berjalan masuk dan melepas sepatunya disudut ruang tamu.
Tas hitamnya masih menggelantung di badanya dan Ia-pun duduk dan merebahkan badanya pada kursi kesayanganya, kursi putar berwarna biru.
“aaahh” Ia menguap dan kakinya terjulur tanpa gerakan yang pasti, matanya menerawangi langit-langit, tanganya pun membuka dan menutup genggamanya. Sepertinya, siratan hari ini terlukis dibenak langit-langit alam pikiranya.
Tak lama ia kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, dibasuhlah muka dan kakinya. Handuk yang tergelantung di jemuranpun menyapanya untuk membuang kepenatan-kepenatan dirinya.
Berdirilah ia menunaikan shalat ‘ashar diwaktu yang tersisa, do’a-do’anya dilantunkan dengan bibir yang bergetar, bunga-bunga doanya mengisi sesak ruang sholatnya. Sekuat ia berdo’a, seteguh ia berharap Rahmat-Nya dibuka untuknya.
Mungkin rumahnya tak kuasa menahan beban berat do’anya yang terlalu padat disisi-sisi ruang rumahnya. Dan tanganya melemah seiring akhir doa’nya di sore hari. Yang kudengar hanya sebaris kata yang pendek tapi penuh denga jiwa kepasrahan kepada Yang Maha Tinggi dan Ia menutup do’anya dengan lafadz ”Aamiin”
Tak lama ia kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, dibasuhlah muka dan kakinya. Handuk yang tergelantung di jemuranpun menyapanya untuk membuang kepenatan-kepenatan dirinya.
Berdirilah ia menunaikan shalat ‘ashar diwaktu yang tersisa, do’a-do’anya dilantunkan dengan bibir yang bergetar, bunga-bunga doanya mengisi sesak ruang sholatnya. Sekuat ia berdo’a, seteguh ia berharap Rahmat-Nya dibuka untuknya.
Mungkin rumahnya tak kuasa menahan beban berat do’anya yang terlalu padat disisi-sisi ruang rumahnya. Dan tanganya melemah seiring akhir doa’nya di sore hari. Yang kudengar hanya sebaris kata yang pendek tapi penuh denga jiwa kepasrahan kepada Yang Maha Tinggi dan Ia menutup do’anya dengan lafadz ”Aamiin”
Sesaat ku lihat ia mengambil pena dan secarik kertas bekas foto copi undangan di atas meja dan tidak lama ia-pun menaruh di dompetnya. Hanya Allah yang tahu, apa yang ditulis di kertas itu, apa isi coretan dan untuk apa ia menyimpannya.
Lalu ia membuka buku kecil di sela-sela rak bukunya yang minimalis, dibukanya pelan-pelan tiap lembar namun tidak nampak ia menemukan isinya dan kembali ia menaruh buku kecil itu.
Buku yang sedikit besar dan tebal ia ambil persis disebelah buku kecil tadi. Karena memang sedikit koleksi bukunya dan buku-buku yang ada-pun itu adalah bekas disaat ia dulu berkuliah.
Ia mulai sedikit memperhatikan isi buku itu, mungkin ia teringat akan tulisan dibuku itu dua belas tahun lalu. Tapi hanya sebentar ia membaca buku itu dan kembali ia menaruhnya dengan tanpa harapan di atas meja kecilnya. Ku lihat judul buku itu “ Berjalan Di Langit “ karya “orang biasa”
Lalu ia membuka buku kecil di sela-sela rak bukunya yang minimalis, dibukanya pelan-pelan tiap lembar namun tidak nampak ia menemukan isinya dan kembali ia menaruh buku kecil itu.
Buku yang sedikit besar dan tebal ia ambil persis disebelah buku kecil tadi. Karena memang sedikit koleksi bukunya dan buku-buku yang ada-pun itu adalah bekas disaat ia dulu berkuliah.
Ia mulai sedikit memperhatikan isi buku itu, mungkin ia teringat akan tulisan dibuku itu dua belas tahun lalu. Tapi hanya sebentar ia membaca buku itu dan kembali ia menaruhnya dengan tanpa harapan di atas meja kecilnya. Ku lihat judul buku itu “ Berjalan Di Langit “ karya “orang biasa”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar