Ilustrasi: Gambar black white waktu sekolah di TK (Grafis: Imam ES) |
Alhamdulillah, atas karuniaNya saya sedikit bisa menorehkan gambar pada sebuah media. Seingat saya kebiasaan menggambar adalah sewaktu masa kecilku yang sering melihat gambar-gambar yang bagus, menarik dan sekaligus mengundang banyak kebingungan.
Contohnya ketika
bapak-ku dulu sering memberiku buku-buku bacaan, dongeng, cerita, peta dan buku
pelajaran lainnya. Sewaktu di TK/Taman Kanak Kanak saya juga pernah menyabet
gelar juara menggambar.
Tapi sudah lupa juara berapa yang penting waktu itu aku
belum bisa menulis namaku sendiri di kertas gambar. Anehnya ibu guruku
menulisnya di kaca dari luar ruangan dan aku sementara mengamati dan meniru apa
yang di tulisnya di kaca.
Alhamdulillah hadiah yang aku dapat adalah sebuah
kereta-keretaan kuda dari plastik. Dan lebih aneh lagi ketika hadiah itu harus
diperebutka oleh saya dan Ibu guruku.
Alasannya ibu guru adalah hadiahnya harus
disimpan di ruang kelas. Sementara saya bersikukuh ingin bermain dengan kereta
itu sebgai kebanggaan dan kesenanganku yang sudah juara.
He..he…namanya juga
anak-anak, puji syukur yang tak terhingga Allah swt masih memberiku daya
ingatku waktu di masa-masa TK sekalipun banyak yang hilang dan terimakasih bu
guru yang telah membingku menulis di kertas gambar.
Kesukaan menggambar adalah
penasaranku pada gambar-gambar di peta jaman dulu. Gambarnya unik dan aneh di
dominasi warna cokat tua dan muda menambah suasana imajinasiku seperti di jaman
doeloe.
Tapi bisa juga kebiasaanku mulaih menyukai gambar adalah karena bapaku
almarhum juga sering membuat gambar-gambar dari kertas dan kaca, bahkan alat-alat peraga
sekolah yang di buatnya sendiri.
Almarhum bapak-ku sedikit keras mengajariku
menggambar apa saja yang berhubungan dengan kebutuhan sekolahanya. Mungkin
karena waktu itu tidak seperti saat ini begitu banyak dan murah alat peraga
yang di jual.
Dan karena tuntutan kebutuhan akan fasilitas disekolahannya
itulah, sedikit demi sedikit aku mulai diberi tugas menggambar oleh bapak-ku
sejak masih TK.
Seingat saya tugas pertamaku dulu
adalah ketika saya harus membuat peta pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan seterusnya.
Banyak cerita lucu-lucu dimasa itu, coba bayangkan
dimana aku lebih bisa membaca gambar dibandingkan membaca tulisan itu sendiri
karena umurku yang masih belia/kelas 1 MIM/SD.
Terlalu banyak goresan penghapus
(jawa/setipan) sehingga membuat kertas putihnya menjadi kotor karena pensil dan alat
lainya sangat terbatas.
Jangankan pisau pengasah yang bagus, yang sering malah
menggunakan pisau silet bekas mencukur rambut atau pisau dapur yang cukup besar
untuk ukuranku waktu itu.
Ditambah lagi saya belum bisa membaca
skala/perbandingan antara gambar yang asli dengan gambar yang akan saya buat. Pikiranku waktu itu adalah sebisa mungkin saya menggambar mendekati seperti
aslinya walaupun dengan pensil.
Spidol adalah barang mewah yang di pakai jika
betul-betul gambar itu sudah diteliti dan tidak ada yang salah baru menggunakan
spidol untuk membuatnya lebih jelas/terang.
Subhanallah, kenangan yang tak
terlupakan sekarang yang terpenting adalah bagaimana pelajaran yang dulu sudah
dibimbing oleh almarhum bisa bernilai manfaat baik secara individu dan orang
lain.
Menggambar/melukis pada dasarnya
mudah bagi siapa saja yang mau belajar untuk menggambar, yang membedakan adalah
soal ketertarikan dan bimbingan akan sebuah ilmu dari guru, orang tua atau
siapapun yang membimbing kita dalam segala hal.
Jadi kembali lagi pada soal menggambar adalah tergantung pada ketertarikan anak tersebut. Atau mungkin karena faktor kebiasaan yang dipaksakan seperti saya sehingga membuatku jadi tertarik dan bisa menggambar.
Walaupun ada yang bisa menggambar karena orang tuanya tidak mengajari atau tidak bisa menggambar, soal ini jadi seperti cerita “dulu mana telor atau ayam”.
Kembali soal menggambar, pemahaman akan sebuah gambar waktu itu sangat terbatas pada gambar di buku, majalah, Koran atau gambar-gambar pahlawan yang menggantung di tembok sekolah.
Jadi kembali lagi pada soal menggambar adalah tergantung pada ketertarikan anak tersebut. Atau mungkin karena faktor kebiasaan yang dipaksakan seperti saya sehingga membuatku jadi tertarik dan bisa menggambar.
Walaupun ada yang bisa menggambar karena orang tuanya tidak mengajari atau tidak bisa menggambar, soal ini jadi seperti cerita “dulu mana telor atau ayam”.
Kembali soal menggambar, pemahaman akan sebuah gambar waktu itu sangat terbatas pada gambar di buku, majalah, Koran atau gambar-gambar pahlawan yang menggantung di tembok sekolah.
Kemudian seiring waktu berjalan sampai memasuki remaja saya mulaih melihat obyek bergerak dan alam. Misalnya pemandangan sawah, kebun, pohon pisang, pohon ubi, sungai, meja, gelas, mobil, sepeda dan lain-lain.
Ternyata tanpa disadari kebiasaanku menggambar membimbingku ke bentuk-bentuk gambar yang berobyek 2 atau 3 dimensi, misalnya gambar gelas dengan lengkungannya, air didalamnya dan bayangan gelas di meja.
Mengamati obyek bayangan ini sanagt asik, unik dan rumit, sebab dengan bermodal pensil tulis bukan pensil AB, sangat sulit untuk membuat goresan tebal tipisnya sebuah objek bayangan atau lekukan cahaya.
Pelajaran pertamaku adalah ketika saya mengamati rumah tetanggaku sendiri yang berjendela dan bertutup kaca, sementara yang punya rumah berada di dalamnya, ini adalah tantangan yang sangat menantang, berat dan penasaran.
Padahal di sekolah umumnya masih membuat gambar pemandangan yang monoton yaitu sebuah gunung yang jauh kemudian ada jalan raya dikanan kirinya ada sawah, sungai dan tiang listrik.
Dengan objek 2 dimensi, dimana gambar semakin jauh semakin mengecil. Tapi, saya tidak tahu dorongan itu dari mana sehingga mendorongku untuk melukis dengan obyek yang berbeda dan lebih menantang.
Kebiasan menggambar ini terus berlenjut hingga jelang kelas 6 MIM/SD dan sampai SMP. Sampai-sampai setiap tugas dari guru untuk membuat kaligrafi atau gambar pasti kebanjiran order dari temanya dengan imbalan makanan kecil atau jajan dikantin,,,he..he..lumayan juga.
Tapi ada kebiasan yang kurang baik saya dengan menggambar ini, yaitu setiap sampul/cover buku tulisku sisi dalamnya pasti ada gambar, baik dengan pensil atau pulpen. Ini yang sering membuat guru-ku jadi gemes dan ngomel bahwa buku tulis/pelajaran harus rajin, bersih dan tidak boleh ada corat-coret.
Di bangku MTs/SMP alhamdulillah kebiasaanku menggambar sudah sedikit fariatif. Seperti membuat karikatur, fignyet dan kaligrafi sederhana. Yang tidak biasa adalah ketika saya mencoba menggambar di kaos oblong, baju keseharianku bermain dirumah.
Dengan bermodal pulpen kaos itu saya corat-coret dengan obyek tulisan nama makanan/snack dari warung jajan sekolah. Kebetulan ibuku berjualan makanan kecil untuk anak-anak MIM/SD, karena penasaran dengan bentuk-bentuk tulisan dan gambar di bungkusanya itu saya menorehkanya di kaos oblong.
Maka sepontan orang tuaku marah dan menjewerku untuk tidak mengulanginya lagi. Dan alhamdulillah, belum kapok juga, justru saya lebih penasaran lagi dengan mencontoh temen-temen sebayaku dulu bahwa tulisan sablon yang ada di bungkus plastik itu bisa menempel di kaos warna terang seperti, putih dan kuning.
Cara membuatnya sederhana yaitu ambil bungkus plastic bekas snack, kemudian tuangkan minyak tanah sedikit saja, lalu digoyang-goyang agar merata, selanjutnya tempelkan di kaos dan gosok dengan sendok makan. Al hasil obyek gambar/tulisan menempel di kain kaos.
Ha..ha…tapi ternyata kaosnya bau minyak tanah dan anehnya lagi gambar dan tulisanya hasilnya terbalik, itulah sedikit cerita di waktu MTs/SMP.
Menginjak bangku MAN/SMA, saya lebih cenderung menggambar pada obyek-obyek manusia, sperti temen-temenku apa lagi yang cewek..he..he..dan semuanya masih pada kebiasaan lama yaitu menggambar di sisi dalam cover buku tulisku.
Dan seiring jaman, kebiasan itu mulai bergeser ke kain dan media kertas dengan alat pensil, cat air dan cat minyak(cat kayu) bukan cat minyak khusus melukis, boro-boro cat khusus lukis…”Mahal’.
Dan daya penasaranku masih besar, sehingga baju-baju bekas kakak kelasku yang sudak tak terpakai saya jadikan media kanvas untuk melukis, hasilnya? Tidak karuan jeleknya, sebab medianya tembus minyak.
Maka aku putar otak bagaimana sebenarnya membuat kanvas yang baik, alhamdulillah aku punya temen tetangga yang memiliki lukisan terpajang dirumahnya dan lukisan itu cukup besar kurang lebih 90 x 110 cm, saya amat-amati kainya cukup bagus dan rapat tidak berpori-pori.
Maka aku tanya ini kain belinya di mana ya, ko bagus? Karena dia bukan hobi menggambar ia pun tidak tahu, maka ketika aku melihat orang tuaku menambal seng yang bocor ternyata menggunakan ter/aspal dan ditempeli kain, dan bocoranya tertutup.
Ahirnya saya potar otak mencari lem kayu dan semen putih untuk membuat media kanvas. Alhamdulillah jadi sekalipun masih kasar dan belum maksimal, karena kelemahanya adalah kuasnya cepet aus dan jika terlalu banayak lem, kanvasnya licin dan cat minyak tidak mau menempel.
Tahun 1998 |
Wah, repot juga ya…penginya
menggambar di kanvas tapi fasilitas tidak mendukung. Maka saya cari kain yang
lebih baik tapi murah, ahirnya saya temukan kain bekas kantong terigu
(jawa/kantong gandum) dan saya tutup dengan campuran semen putih dan lem kayu, Alhamdulillah sedikit lebih baik dibandingkan dengan kain bekas baju sekolah.
Untuk sementara rasa penasaran itu telah sedikit terobati dengan kanvas kain bekas, tapi tangan ini sepertinya masih belum puas untuk selalu menggambar yang lebih besar dan mudah.
Sampai ahirnya saya lari ke media tembok rumah. Jadi jangan heran ketika masa SMA, kamarku penuh dengan gambar karikatur, graffiti dan aneka tulisan yang mengekspresikan kesenangan dan kebangganku.
Untungnya saya tidak nggambar di tembok tetangga
atau di tembok kelilingnya. Dari perjalanan menggambarku di MTs/Hingga SMU
hanya 3 kali mengikuti ajang lomba.Pada saat MTs saya mengikuti lomba membuat
poster pembangunan tingkat SLTP di alun-alun Purbalingga sekitar tahun 1986.
Waktu itu penyelenggaranya P & K atas seponsor dari perusahaan cat tembok
kalau tidak keliru dan alhamdulillah tidak juara, he..he. Kemudian di MAN saya
mengikuti lomba kaligrafi yang
diselenggarakan oleh DEPAG (sekarang Kementerian Agama) dalam rangka HUT DEPAG.
Alhamdulillah juara 1 karena pesertanya hanya 2 orang. Waktu itu saya sendiri
juga bingung ketika hadir di ajang lomba, ini mana pesertanya?..wek..wek…serta
lomba poster remaja tingkat SMA/sederajat. Dan selebihnya di masa-masa SMA saya
lebih banyak mencari informasi seputar dunia gambar atau melukis.
dua lukisan untuk mengenang peristiwa TRI SAKTI 1998 / lukisan yang belum rampung |
Bagaimana dengan masa kuliahku?
Kecenderungan menggambar itu sepertinya mulaih sedikt berkurang intensitasnya,
mungkin karena lebih fokus ke kuliah dan berusaha mandiri. Sehingga masa-masa
kuliah ini hampir tidak produktif secara pribadi apalagi komersial.
Baru menjelang wisuda inilah nafsu untuk menggambr muncul kembali. Dan ini jangan di contoh ya, sebab menjelang penyusunan sekripsi ini saya justru tidak menggarap sekripsi tapi malah membuat lukisan-lukisan yang banyak dengan tujuan di jual agar mendapat keuntungan dari lukisan itu.
Sampai-sampai biaya untuk membuat sekripsi saya pergunakan untuk membuat lukisan dan saya pajang di event Bazar Masjd Darussalam Purbalingga. Tanpa malu-malau dan dengan semangat 45 saya pajang itu lukisan-lukisan dan karyaku sekaligus demo melukis.
Alhamdulillah laku 3 biji dan mendapat pesanan kaligrafi ukuran 110 x 80 cm 2 buah. Dan sampai acara selesai tersisa banyak dan akhirnya menjadi koleksi rumah. Ada 2 buah lukisan besarku ukuran 200 cm x 120 cm dan 110 x 110 cm yang tak pernah selesai dan memang tidak saya selesaikan, adalah lukisanku yang berobyek pemandangan di sebuah taman di Eropa.
Kenapa tidak rampung?, semua itu untuk mengenang dan menghormati sahabat-sahabtku di masa perjuangan reformasi, mereka gugur mengorbankan nyawanya, sementara aku masih melukis, maka sepontan mendengar berita itu 2 buah lukisan itu tidak pernah saya rampungkan, hanya ku tuliskan ”Korban Tri Sakti”.
Salam Reformasi saudaraku, damailah di surgamu…..
Itulah sedikit cerita perjalanku akan hobinya menggambar atau melukis, mudah-mudahan bermanfaat. Ambil yang baik dan buang jauh-jauh yang tidak baik.
Billahittaufiq wal Hidayah.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Selamat menggambar….salam dari orang biasa IES
Baru menjelang wisuda inilah nafsu untuk menggambr muncul kembali. Dan ini jangan di contoh ya, sebab menjelang penyusunan sekripsi ini saya justru tidak menggarap sekripsi tapi malah membuat lukisan-lukisan yang banyak dengan tujuan di jual agar mendapat keuntungan dari lukisan itu.
Sampai-sampai biaya untuk membuat sekripsi saya pergunakan untuk membuat lukisan dan saya pajang di event Bazar Masjd Darussalam Purbalingga. Tanpa malu-malau dan dengan semangat 45 saya pajang itu lukisan-lukisan dan karyaku sekaligus demo melukis.
Alhamdulillah laku 3 biji dan mendapat pesanan kaligrafi ukuran 110 x 80 cm 2 buah. Dan sampai acara selesai tersisa banyak dan akhirnya menjadi koleksi rumah. Ada 2 buah lukisan besarku ukuran 200 cm x 120 cm dan 110 x 110 cm yang tak pernah selesai dan memang tidak saya selesaikan, adalah lukisanku yang berobyek pemandangan di sebuah taman di Eropa.
Kenapa tidak rampung?, semua itu untuk mengenang dan menghormati sahabat-sahabtku di masa perjuangan reformasi, mereka gugur mengorbankan nyawanya, sementara aku masih melukis, maka sepontan mendengar berita itu 2 buah lukisan itu tidak pernah saya rampungkan, hanya ku tuliskan ”Korban Tri Sakti”.
Salam Reformasi saudaraku, damailah di surgamu…..
Itulah sedikit cerita perjalanku akan hobinya menggambar atau melukis, mudah-mudahan bermanfaat. Ambil yang baik dan buang jauh-jauh yang tidak baik.
Billahittaufiq wal Hidayah.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.
Selamat menggambar….salam dari orang biasa IES
PBG 31 Oktober 2013
beberapa koleksi lukisanku "dulu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar