Rabu, 13 November 2013

Membuat Video Sederhana dari Handycam





Pengalaman membuat atau menyimpan video hasil rekaman sendiri adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan.

Sedikit cerita pengalaman pada era 90-an video yang kami buat belum sebagus atau semudah sekarang ini. Saat itu type kamera/camcoder yang saya miliki baru type VHS cukup besar memang jika dibandingkan dengan yang sekarang type kaset HI 8 atau MiniDV yang paling kecil.

Memang dulu saya belum mengenal edit di komputer atau editing, waktu itu edit langsung pada objek yang akan di shoot jika gagal maka di ulang dan bisa di edit dengan menggunakan video player recorder secara manual...he..he...asyik ya...itu cerita dulu...1990-an.(untuk type camcoder paling mutahir silahkan update di internet)

Nah sekarang, kalau anda membeli camcoder type handycam anda tinggal menginstal cd yang sudah disertakan dari produk camcoder itu. jadi setelah di instal silahkan anda melengkapi PC anda dengan hardware Audio Videonya/AV agar kita bisa menginput hasil rekaman kita.

Kemudian buka sofwer bawaan dari produk dan inport video itu ke media edit ( biasanya editnya sangat sederhana dan mudah ). Setelah dirasa cukup dengan ada yang dipotong/dibuang, ada titel/tulisan silahkan diburning/dicopy ke format VCD atau DVD. Dengan demikian PC anda harus suport dengan adanya fasilitas VCD/DVD room-nya.

Mudahkan ? selamat mencoba dan berbagi keceriaan dengan keluarga serta jangan lupa simpanlah kaset hasil rekaman anda di tempat yang kering karena kaset itu adalah master rekaman anda, jika sewaktu-waktu VCD hasil rekaman anda rusak atau hilang, anda masih memiliki masternya dan bisa di olah kembali.

Sablon Kaos Sederhana Tanpa Film Afdruk (model todong)

Anda punya bakat seni gambar atau tulisan, teruskan bakat anda untuk menyablon objek gambar atau tulisan anda di kaos atau kain. Insya Allah untuk sang pemula mudah dan bisa, selanjutnya sering-seringlah anda bereksperimen otomatis pengalaman menambah kepiawaian anda.

Siapkan Alat :
1. Screen 60T atau 90T ukuran 25 x 35 cm
2. Rakel (penggosok pasta/cat kain)
3. Pasta (cat kain)
4. Pewarna / pigmen
5. kertas karton
6. pisau kater
7. Meja atau potongan triplek 60 x 40 (untuk media menyablon)

Caranya :
1. Tulisan atau gambar yang telah siap, selanjutnya disilet atau dilubangi dengan pisau cater sesuai bentuknya.
2. Tempelkan kertas objeknya di atas kain atau kaos.
    ( jika medianya kaos, sebaiknya sisi dalamnya dilapisi kertas agar cat tidak tembus)
3. tempelkan screen di atas kertas tadi,
4. Tuangkan cat/pasta secukupnya di atas screen.
5. Sapulah cat/pasta itu dengan rata menggunakan rakel
6. Angkat screen pelan-pelan dan lihatlah................objek gambar/tulisan telah tercetak...
Selamat mencoba....

Cara Mudah Membuat Gambar Karikatur

Kertas bekas - pulpen sebagai pola gambar

Setelah diedit dengan corel draw
Cara Mudah Membuat Gambar Karikatur 


Membuat karikatur sangatlah mudah, karena hanya dengan pensil dan kertas putih bekaspun jadi, berikut caranya:
  1. Siapkan Pensil tulis atau Pensil B1/B2
  2. Kertas putih/karton
  3. Clipboard atau langsung di atas meja
  4. Serut pensil atau asahan
  5. Penghapus

Langkahnya :
  1. Cari obyek atau tema karikatur
  2. Politik, Sosial, Budaya, Pendidikan atau hiburan
  3. Jika sudah jadi silahkan objek di foto atau discanner
  4. Bisa dengan Corel draw atau photo shoop
  5. Import gambar yang ada di folder ke Corel Draw atau photo shoop
  6. Gambar ulang obyeknya...
Mudahkan…selamat berkreatifitas…
karikatur cowboy


Jumat, 08 November 2013

Es Klining

Grafis: Imam ES

Es klining atau es batu orang kebanyakan menyebutnya demikian, dimasa tahun 80-an es semacam itu adalah sangat lazim dan merakyat bagi kalangan kebiasaan di kampung. Warnanya, merah, kuning, putih dan hijau adalah warna dasar dari lemon sirup yang dibekukan dalam kantong plastik yang memanjang dan di ujungnya diikat dengan karet plastik.

Dalam menjajagannya es itu ditaruh di dalam teremos es yang bentuknya sangat sederhana yaitu seperti teremos air panas pada umumnya, hanya teremos es ini lebih lebar dan tinggi dengan tutupnya dari kayu bulat dan sedikit diganjal kain atau plastik.

Dan bunyi khas jinggelnya adalah menggunakan tutup bel bekas sepeda ontel yang disambung dengan kayu sebagai pegangan dan di dalamnya diikat sebuah cincin atau mur bekas dengan tali kain atau plastic, maka ketika di goyang maka bunyilah klining-klinig. Seperti bel sepeda ontel

------------------------------
Grafis: Imam ES

Sebelum berangkat sekolah, tugas awal yang sudah menyapa tiap hari adalah mengambil teremos es di tempat juragan es. Pagi masih mengembun, langkah kaki mungil itu terus menembus rumput basah diantara kakinya.

Tanganya sesekali menyapa daun-daun teh-tehan dipinggir jalan, dingin dan menyekan jemarinya. Sesekali ia menerobos jalan untuk mempercepat langkahnya, badan masih belum segar karena belum diguyur jernihnya air sumur dirumahnya. Dalam benaknya hanya terpikirkan untuk bisa sampai dan menjual esnya dengan sukses.

Ditaruhlah teremos es itu di ujung sudut ruangan yang biasa untuk berjualan, ia lantas masuk dan membuka bajunya untuk mandi dan siap-siap kesekolah. Tidak jauh memang tempat ia bersekolah, hanya berjarak satu rumah didepannya.

Kini ia asik dengan tugas keduannya yaitu belajar dan mengerjakan tugas sekolah, bajunya yang sangat rapih adalah setrikaan ibundanya yang rajin dengan gosokan arangnya. Bunyi lonceng pertanda istirahat telah berbunyi, semburat anak-anak meluncur dari ruang kelas masing-masing.

Tampak anak lelaki berbadan kecil menghentikan langkah larinya dari ruang kelas, ia melihat teremos yang ia letakan di warung tadi, ia melihatnya dengan girang sebab banyak yang membelinya. Sampai jam sekolah usai, ia langsung mengambil teremos itu dan ternyata masih tersisa separuh lebih sedikit. Mukanya tidak lagi gembira seperti jam istirahat tadi, kini ia mengambil teremosnya dan membawanya pulang.

Setelah berganti baju dan makan siang, ia kembali mengambil teremos itu dan menjajakannya keliling kampong, ia duduk dan melihat teman-teman sebayanya bermain asik di pekarangan. Ia hanya sesekali tersenyum sambil menggoyang-ngoyangkan bel  ditangannya sebagai tanda ia menjajagan es kliningnya.

Setengah jam telah berlalu belum Nampak juga yang membelinya, maka iapun beranjak pergi menuju tempat lain. Dipinggiran sungai ia kembali duduk menunggu orang-orang mancing yang mungkin akan membelinya, namun rejekinya belum datang juga, sampailah waktu menuju sore, esnya masih seperti semuala.

Ia tidak berani pulang sebelum esnya habis terjual, sambil menuju tempat lain ia membunyikan belnya lebih keras dan memberanikan diri untuk bersuara dengan lantang. “Es…es…es….hanya suara burung dan desahan angin yang membalasnya, suasana hari itu terasa sepi dan berat.

Sampailah ia pada akhir kekuatannya, waktu menunjukan setengah empat sore, ia dengan langkah lemas menuju rumahnya untuk membasuh muka dan meminum seteguk air putih dan menggigitnya gula merah didapur sebagai teman manis dimulutnya.

Kini ia keluar lagi untuk menghantarkan esnya pada yang punya/juragan. Dengan harapan yang menipis ia hanya mengantongi uang Rp. 3 (tiga). Karena hanya terjual 30 buah dalam setiap 10 buahnya ia dapat 1 keuntungan.

Grafis: Imam ES


Pagi berikutnya tidaklah berbeda, ia tetap rajin mengambil es untuk dijual. Hari ini sepertinya penuh harap es yang dijualnya akan habis, sebab dikampunya ada hajatan hiburan tujuhbelas agustusan”. Ramai dan bernuansa pasar malam.

Situasinya berbeda dengan hari-hari biasanya, kini dengan senyum lebarnya ia berjalan menngelilingi arena perlombaan berbarengan dengan penjual es lainya yang lebih menarik, yaitu es gosrok dengan taburan limun warna merah di atasnya dan es goyang.

Ia memperhatikan dengan penuh dugaan bahwa esnya jadi tidak laku dan kembali tidak dapat uang. Ternyata, suasana perlombaan di acara Agustusan tidak sesuai harapannya, namun sedikit lebih baik dibandingkan dengan tidak ada perhelatan yang hanya digelar 1 tahun sekali itu.

Ia kembali optimis menjajakan esnya yang masih tersisa sepuluh buah, masih ada satu keuntungan lagi jika semua habis. Sejalan dengan usainya acara dan sepinya penonton, sepipula orang-orang yang berada dilapangan, lantas ia ikut bergegas pula kembali untuk menghantarkan sisa es yang belum terjual.

Menggambar Cerita Hobiku

Ilustrasi: Gambar black white waktu sekolah di TK (Grafis: Imam ES)
 

Alhamdulillah, atas karuniaNya saya sedikit bisa menorehkan gambar pada sebuah media. Seingat saya kebiasaan menggambar adalah sewaktu masa kecilku yang sering melihat gambar-gambar yang bagus, menarik dan sekaligus mengundang banyak kebingungan.

Contohnya ketika bapak-ku dulu sering memberiku buku-buku bacaan, dongeng, cerita, peta dan buku pelajaran lainnya. Sewaktu di TK/Taman Kanak Kanak saya juga pernah menyabet gelar juara menggambar. 

Tapi sudah lupa juara berapa yang penting waktu itu aku belum bisa menulis namaku sendiri di kertas gambar. Anehnya ibu guruku menulisnya di kaca dari luar ruangan dan aku sementara mengamati dan meniru apa yang di tulisnya di kaca.

Alhamdulillah hadiah yang aku dapat adalah sebuah kereta-keretaan kuda dari plastik. Dan lebih aneh lagi ketika hadiah itu harus diperebutka oleh saya dan Ibu guruku.  

Alasannya ibu guru adalah hadiahnya harus disimpan di ruang kelas. Sementara saya bersikukuh ingin bermain dengan kereta itu sebgai kebanggaan dan kesenanganku yang sudah juara.

He..he…namanya juga anak-anak, puji syukur yang tak terhingga Allah swt masih memberiku daya ingatku waktu di masa-masa TK sekalipun banyak yang hilang dan terimakasih bu guru yang telah membingku menulis di kertas gambar.

Kesukaan menggambar adalah penasaranku pada gambar-gambar di peta jaman dulu. Gambarnya unik dan aneh di dominasi warna cokat tua dan muda menambah suasana imajinasiku seperti di jaman doeloe.

Tapi bisa juga kebiasaanku mulaih menyukai gambar adalah karena bapaku almarhum juga sering membuat gambar-gambar dari kertas dan kaca, bahkan alat-alat peraga sekolah yang di buatnya sendiri.

Almarhum bapak-ku sedikit keras mengajariku menggambar apa saja yang berhubungan dengan kebutuhan sekolahanya. Mungkin karena waktu itu tidak seperti saat ini begitu banyak dan murah alat peraga yang di jual. 

Dan karena tuntutan kebutuhan akan fasilitas disekolahannya itulah, sedikit demi sedikit aku mulai diberi tugas menggambar oleh bapak-ku sejak masih TK.

Seingat saya tugas pertamaku dulu adalah ketika saya harus membuat peta pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan seterusnya. 

Banyak cerita lucu-lucu dimasa itu, coba bayangkan dimana aku lebih bisa membaca gambar dibandingkan membaca tulisan itu sendiri karena umurku yang masih belia/kelas 1 MIM/SD.

Terlalu banyak goresan penghapus (jawa/setipan) sehingga membuat kertas putihnya menjadi kotor karena pensil dan alat lainya sangat terbatas.  

Jangankan pisau pengasah yang bagus, yang sering malah menggunakan pisau silet bekas mencukur rambut atau pisau dapur yang cukup besar untuk ukuranku waktu itu.

Ditambah lagi saya belum bisa membaca skala/perbandingan antara gambar yang asli dengan gambar yang akan saya buat. Pikiranku waktu itu adalah sebisa mungkin saya menggambar mendekati seperti aslinya walaupun dengan pensil.

Spidol adalah barang mewah yang di pakai jika betul-betul gambar itu sudah diteliti dan tidak ada yang salah baru menggunakan spidol untuk membuatnya lebih jelas/terang.

Subhanallah, kenangan yang tak terlupakan sekarang yang terpenting adalah bagaimana pelajaran yang dulu sudah dibimbing oleh almarhum bisa bernilai manfaat baik secara individu dan orang lain.




Menggambar/melukis pada dasarnya mudah bagi siapa saja yang mau belajar untuk menggambar, yang membedakan adalah soal ketertarikan dan bimbingan akan sebuah ilmu dari guru, orang tua atau siapapun yang membimbing kita dalam segala hal.

Jadi kembali lagi pada soal menggambar adalah tergantung pada ketertarikan anak tersebut. Atau mungkin karena faktor kebiasaan yang dipaksakan seperti saya sehingga membuatku jadi tertarik dan bisa menggambar.  

Walaupun ada yang bisa menggambar karena orang tuanya tidak mengajari atau tidak bisa menggambar, soal ini jadi seperti cerita “dulu mana telor atau ayam”. 

Kembali soal menggambar, pemahaman akan sebuah gambar waktu itu sangat terbatas pada gambar di buku, majalah, Koran atau gambar-gambar pahlawan yang menggantung di tembok sekolah. 

Kemudian seiring waktu berjalan sampai memasuki remaja saya mulaih melihat obyek bergerak dan alam. Misalnya pemandangan sawah, kebun, pohon pisang, pohon ubi, sungai, meja, gelas, mobil, sepeda dan lain-lain.

Ternyata tanpa disadari kebiasaanku menggambar membimbingku ke bentuk-bentuk gambar yang berobyek 2 atau 3 dimensi, misalnya gambar gelas dengan lengkungannya, air didalamnya dan bayangan gelas di meja.

Mengamati obyek bayangan ini sanagt asik, unik dan rumit, sebab dengan bermodal pensil tulis bukan pensil AB, sangat sulit untuk membuat goresan tebal tipisnya sebuah objek bayangan atau lekukan cahaya.

Pelajaran pertamaku adalah ketika saya mengamati rumah tetanggaku sendiri yang berjendela dan bertutup kaca, sementara yang punya rumah berada di dalamnya, ini adalah tantangan yang sangat menantang, berat dan penasaran. 

Padahal di sekolah umumnya masih membuat gambar pemandangan yang monoton yaitu sebuah gunung yang jauh kemudian ada jalan raya dikanan kirinya ada sawah, sungai dan tiang listrik.  

Dengan objek 2 dimensi, dimana gambar semakin jauh semakin mengecil. Tapi, saya tidak tahu dorongan itu dari mana sehingga mendorongku untuk melukis dengan obyek yang berbeda dan lebih menantang.

Kebiasan menggambar ini terus berlenjut hingga jelang kelas 6 MIM/SD dan sampai SMP. Sampai-sampai setiap tugas dari guru untuk membuat kaligrafi atau gambar pasti kebanjiran order dari temanya dengan imbalan makanan kecil atau jajan dikantin,,,he..he..lumayan juga.

Tapi ada kebiasan yang kurang baik saya dengan menggambar ini, yaitu setiap sampul/cover buku tulisku sisi dalamnya pasti ada gambar, baik dengan pensil atau pulpen. Ini yang sering membuat guru-ku jadi gemes dan ngomel bahwa buku tulis/pelajaran harus rajin, bersih dan tidak boleh ada corat-coret.

Di bangku MTs/SMP alhamdulillah kebiasaanku menggambar sudah sedikit fariatif. Seperti membuat karikatur, fignyet dan kaligrafi sederhana. Yang tidak biasa adalah ketika saya mencoba menggambar di kaos oblong, baju keseharianku bermain dirumah. 

Dengan bermodal pulpen kaos itu saya corat-coret dengan obyek tulisan nama makanan/snack dari warung jajan sekolah. Kebetulan ibuku berjualan makanan kecil untuk anak-anak MIM/SD, karena penasaran dengan bentuk-bentuk tulisan dan gambar di bungkusanya itu saya menorehkanya di kaos oblong. 

Maka sepontan orang tuaku marah dan menjewerku untuk tidak mengulanginya lagi. Dan alhamdulillah, belum kapok juga, justru saya lebih penasaran lagi dengan mencontoh temen-temen sebayaku dulu bahwa tulisan sablon yang ada di bungkus plastik itu bisa menempel di kaos warna terang seperti, putih dan kuning.

Cara membuatnya sederhana yaitu ambil bungkus plastic bekas snack, kemudian tuangkan minyak tanah sedikit saja, lalu digoyang-goyang agar merata, selanjutnya tempelkan di kaos dan gosok dengan sendok makan. Al hasil obyek gambar/tulisan menempel di kain kaos. 

Ha..ha…tapi ternyata kaosnya bau minyak tanah dan anehnya lagi gambar dan tulisanya hasilnya terbalik, itulah sedikit cerita di waktu MTs/SMP.

Menginjak bangku MAN/SMA, saya lebih cenderung menggambar pada obyek-obyek manusia, sperti temen-temenku apa lagi yang cewek..he..he..dan semuanya masih pada kebiasaan lama yaitu menggambar di sisi dalam cover buku tulisku.

Dan seiring jaman, kebiasan itu mulai bergeser ke kain dan media kertas dengan alat pensil, cat air dan cat minyak(cat kayu) bukan cat minyak khusus melukis, boro-boro cat khusus lukis…”Mahal’.

Dan daya penasaranku masih besar, sehingga baju-baju bekas kakak kelasku yang sudak tak terpakai saya jadikan media kanvas untuk melukis, hasilnya? Tidak karuan jeleknya, sebab medianya tembus minyak. 

Maka aku putar otak bagaimana sebenarnya membuat kanvas yang baik, alhamdulillah aku punya temen tetangga yang memiliki lukisan terpajang dirumahnya dan lukisan itu cukup besar kurang lebih 90 x 110 cm, saya amat-amati kainya cukup bagus dan rapat tidak berpori-pori. 

Maka aku tanya ini kain belinya di mana ya, ko bagus? Karena dia bukan hobi menggambar ia pun tidak tahu, maka ketika aku melihat orang tuaku menambal seng yang bocor ternyata menggunakan ter/aspal dan ditempeli kain, dan bocoranya tertutup.

Ahirnya saya potar otak mencari lem kayu dan semen putih untuk membuat media kanvas. Alhamdulillah jadi sekalipun masih kasar dan belum maksimal, karena kelemahanya adalah kuasnya cepet aus dan jika terlalu banayak lem, kanvasnya licin dan cat minyak tidak mau menempel.

Tahun 1998

 

Wah, repot juga ya…penginya menggambar di kanvas tapi fasilitas tidak mendukung. Maka saya cari kain yang lebih baik tapi murah, ahirnya saya temukan kain bekas kantong terigu (jawa/kantong gandum) dan saya tutup dengan campuran semen putih dan lem kayu, Alhamdulillah sedikit lebih baik dibandingkan dengan kain bekas baju sekolah.


Untuk sementara rasa penasaran itu telah sedikit terobati dengan kanvas kain bekas, tapi tangan ini sepertinya masih belum puas untuk selalu menggambar yang lebih besar dan mudah. 

Sampai ahirnya saya lari ke media tembok rumah. Jadi jangan heran ketika masa SMA, kamarku penuh dengan gambar karikatur, graffiti dan aneka tulisan yang mengekspresikan kesenangan dan kebangganku. 

Untungnya saya tidak nggambar di tembok tetangga atau di tembok kelilingnya. Dari perjalanan menggambarku di MTs/Hingga SMU hanya 3 kali mengikuti ajang lomba.Pada saat MTs saya mengikuti lomba membuat poster pembangunan tingkat SLTP di alun-alun Purbalingga sekitar tahun 1986. 

Waktu itu penyelenggaranya P & K atas seponsor dari perusahaan cat tembok kalau tidak keliru dan alhamdulillah tidak juara, he..he. Kemudian di MAN saya mengikuti lomba kaligrafi  yang diselenggarakan oleh DEPAG (sekarang Kementerian Agama) dalam rangka HUT DEPAG. 

Alhamdulillah juara 1 karena pesertanya hanya 2 orang. Waktu itu saya sendiri juga bingung ketika hadir di ajang lomba, ini mana pesertanya?..wek..wek…serta lomba poster remaja tingkat SMA/sederajat. Dan selebihnya di masa-masa SMA saya lebih banyak mencari informasi seputar dunia gambar atau melukis.
dua lukisan untuk mengenang peristiwa TRI SAKTI 1998 / lukisan yang belum rampung

 
Bagaimana dengan masa kuliahku? Kecenderungan menggambar itu sepertinya mulaih sedikt berkurang intensitasnya, mungkin karena lebih fokus ke kuliah dan berusaha mandiri. Sehingga masa-masa kuliah ini hampir tidak produktif secara pribadi apalagi komersial.

Baru menjelang wisuda inilah nafsu untuk menggambr muncul kembali. Dan ini jangan di contoh ya, sebab menjelang penyusunan sekripsi ini saya justru tidak menggarap sekripsi tapi malah membuat lukisan-lukisan yang banyak dengan tujuan di jual agar mendapat keuntungan dari lukisan itu. 

Sampai-sampai biaya untuk membuat sekripsi saya pergunakan untuk membuat lukisan dan saya pajang di event Bazar Masjd Darussalam Purbalingga. Tanpa malu-malau dan dengan semangat 45 saya pajang itu lukisan-lukisan dan karyaku sekaligus demo melukis.

Alhamdulillah laku 3 biji dan mendapat pesanan kaligrafi ukuran 110 x 80 cm 2 buah. Dan sampai acara selesai tersisa banyak dan akhirnya menjadi koleksi rumah. Ada 2 buah lukisan besarku ukuran 200 cm x 120 cm dan 110 x 110 cm yang tak pernah selesai dan memang tidak saya selesaikan, adalah lukisanku yang berobyek pemandangan di sebuah taman di Eropa. 

Kenapa tidak rampung?, semua itu untuk mengenang dan menghormati sahabat-sahabtku di masa perjuangan reformasi, mereka gugur mengorbankan nyawanya, sementara aku masih melukis, maka sepontan mendengar berita itu 2 buah lukisan itu tidak pernah saya rampungkan, hanya ku tuliskan ”Korban Tri Sakti”.


Salam Reformasi saudaraku, damailah di surgamu….. 

Itulah sedikit cerita perjalanku akan hobinya menggambar atau melukis, mudah-mudahan bermanfaat. Ambil yang baik dan buang jauh-jauh yang tidak baik.

Billahittaufiq wal Hidayah.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.

Selamat menggambar….salam dari orang biasa IES
PBG 31 Oktober 2013
 beberapa koleksi lukisanku "dulu"
Kaligrafi bebas

lukisan pensil
bunga plastik


Penyuluh Agama Islam KUA Kalimanah Salurkan Bingkisan Lebaran Kepada Mualaf

  PAI Fungsional Yuyu Yuniawati, SAg, saat menyerahkan bingkisan kepada keluarga Mualaf di Desa Klapasawit, Kalimanah, Rabu (27/3/2024) (Fot...