Bersama Keponakan di Pantai Pangandaran, Minggu (27/3/2022) lalu. Foto: Nurlela |
Penulis : Nurlela - Editor : Edi Siswanto
Oh ya sobat traveler, bukan kali ini saja saya naik perahu menyusuri sungai, danau atau pantai. Rasanya cukup berbeda saat naik perahu bersama keluarga di pantai Pangandaran beberapa waktu yang lalu.
Tepatnya pada hari Minggu (27/3/2022) lalu, saya bersama keluarga berwisata ke pantai Pangandaran di Jawa Barat, dengan tujuan mempererat tali silaturahmi khususnya keluarga besar kami Eyang (Nenek) Rubes.
Memang naik perahu bukan hal yang luar biasa, namun bagi kami naik perahu di sungai di danau dan di pantai memiliki sensani tersendiri.
Sebab saat naik perahu atau getek yang terbuat dari bambu dengan perahu yang terbuat dari viber atau kayu bagi saya berbeda rasanya.
Getek dengan tenaga manusia terasa lebih lambat dan kaki juga basah karena kena air sungai. Sementara naik perahu kayu menyusuri pantai Pangandaran lebih cepat karena menggunakan mesin atau motor.
Saat perahu mulai berjalan, semilir angin pantai mulai terasa dan teriknya mataharipun tidak terasa. Pemandangan luas cakrawala membentang, bak permadani yang tidak bertepi.
Di atas perahu yang sedang melaju, senyum keluarga saat naik perahu bersama, menambah keasyikan tersendiri. Gemercik suara ombak di ujung perahu seiring suara deru mesin melengkapi suasana perjalanan kami.
Oh ya sobat traveler, sebelumnya kami bersama keluarga berangkat dari rumah pukul 04.00 WIB dan sampai di Kota Cilacap pukul 06.00 WIB. Di Cilacap kami sekeluarga berhenti sejenak untuk sholat subuh dan sarapan pagi dengan bekal yang sudah disiapkan dari rumah.
Usai sarapan pagi, kami melanjutkan perjalanan dengan bus yang berisi 16 orang menuju lokasi pantai Pangandaran dan tiba kurang lebih pukul 08.00 WIB.
Tiba di Pantai Pangandaran suasana masih terasa belum panas, kami dan keluarga kembali berkumpul dan menyempatkan untuk makan bersama dengan makanan atau jajanan yang kami bawa.
Saat sedang asyik makan di atas tikar sambil menikmati suasana pantai Pengandaran, tiba-tiba ada seorang laki-lai yang menawarkan untuk perahu dengan tariff perorang Rp 25 ribu untuk dewasa dan Rp 20 ribu untuk anak-anak.
Menurut laki-laki tersebut, harga tiket sudah termasuk full tiket, yakni untuk masuk ke Pasir Putih, Pagar Alam, masuk goa, dan masih banyak yang lainnya. Tidak lama berselang, kami dan keluarga kemudian naik perahu menuju lokasi yang dituju.
Saat perahu mulai melaju menyebrangi lautan, sungguh pemandangan laut itu tampak sangat indah. Dan saat di atas perahu terpaan ombak yang besar sangat terasa.
Sembari melihat aneka ikan dan tumbuhan di dasar laut seperti rumput laut atau lumut, saya merasakan angin laut yang kencang, namun terasa sejuk menerpa wajahku.
Kejernihan air laut di pantai Pangandaran tampak lebih indah dan menarik untuk selalu dilihat.
Tidak terasa perjalanan menyebrangi lautan kurang lebih 20 menit sampai di bibir pantai Pasir Putih.
Sesampainya di Pasir Putih, saya bersama keluarga tidak membuang-buang waktu untuk menikmati suasana dan keindahannya. Dan banyaknya monyet menambah wisata keluarga kami jadi semakin seru disaat memberi makan (kwaci) untuk monyet.
Oh ya sobat traveler, ada sedikit tips saat memberi makan untuk monyet. Menurut petugas yang berjaga di Pasir Putih bahwa saat memberi makan jangan sambil melihat monyet, karena kita bisa jadi kaget dibuatnya.
Betul memang kata petugas itu, ternyata saat saya mencoba memberi makan buat monyet tersebut, ternyata saya dibuat kaget ketika makanan itu diambil monyet. Untuk itu, Saya setelah itu diberi saran oleh si penjaga monyet.
Tips tersebut berguna, agar kita tidak kaget kemudian menjerit. Karena jika menjerit akan memancing monyet untuk mendekati kita dan bisa jadi akan menggigit atau mencakar tangan kita.
Sobat Traveler, demikian cerita singkat wisata kami bersama keluarga saat berkunjung dan menikmati suasana Pantai Pangandaran di Jawa Barat. Terimakasih semoga bermanfaat.(IES)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar