Anak-anak tampak sedang menabuh bedug saat malam Takbiran Idul Fitri di mushala al Haq Desa Penaruban, pada 14 Juni 2018 lalu (Foto: Dok. Imam ES) |
lebaran tahun 1441 Hijriyah/2020 berada
ditengah-tengah wabah Covid-19. Hal itu membuat suasana dan cara berlebaranya jadi
sangat berbeda. Cerita tentang pelaksanaan shalat idul Fitri dan suasana dalam
merayakan hari lebaranpun beragam.
Karena sebagian besar umat Islam
melaksanakan shalat Idul fitri di rumah, tidak saling berjabat tangn atau
bersalaman, tidak saling berkunjung dan tentu tidak juga berwisata.
Shalat sunah dengan dua rakaat ini bisa
dilaksankana di lapangan terbuka atau di masjid. Dan pelaksanan ibadah tersebut
tentu menjadi momen yang sangat berkesan. Karena banyak kebahagian dan
keceriaan yang dirasakan oleh umat Islam yang merayakannya.
Selain shalat Idul Fitri, perayaan hari
kemenangan juga tertuang dalam beragam tradisi, seperti saling bersalaman untuk
saling memaafkan, saling berkunjung/silaturahmi, makan bersama, salam tempel,
saling berkirim makanan dan lain-lain.
Dan inilah sebagian cerita yang
dirasakan oleh sebagian warga Desa Penaruban, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga
dalam merayakan lebaran di tengah pandemi Covid-19.
Tian; Senyuman Indah yang Tertutup
Masker
Tian, seorang mahasiswi dan pengajar TPQ
ini menuturkan.
“Shalat idul Fitri kali ini terasa
asing, tiada jabat tangan, pelukan hangat orang tua, saudara dan tetangga,”
katanya.
Namun, lanjut dia, yang ada hanyalah
isak dan tangisan saat takbir berkumandang dan senyuman indah yang tertutup
masker. Dan juga jarang orang berkunjung ke rumah.
Ya Allah, aku merindukan suasana indah Idul
Fitri. Rindu melihat orang berbondong-bondong menuju lapangan untuk menunaikan
shalat Ied ramai-ramai.
“Juga rindu berjabat tangan dengan
pelukan hangat dan senyuman indah. Cepatlah berakhir pandemi ini, ya Allah. Aamiin,”
harapnya.
Nurlela; Silahturahmi Terpaksa
Menggunakan Sarana Telekomunikasi
Hal senada juga diungkapkan oleh Nurlela,
gadis remaja yang baru selesai tamat MTs dan aktif mengajar di TPQ.
“Ramadhan tahun ini memang kurang
mengenakan sekali, sampai-sampai silaturahmi terpaksa menggunakan sarana telekomunikasi,”
ucapnya.
Tetapi, lanjut dia, semua tidak akan
memutuskan tali persaudaraan. Tidak bersua, tapi tetap bersaudara, tidak
berkunjung tapi tetap terhubung, tidak bersalaman tapi tetap saling memaafkan.
Dan insyaaallah, semua tidak memutuskan tali silahturahmi.
“Taqoballahu minaa waminkum, selamat
hari raya Ied Mubaroq,” katanya.
Riska; Kita Harus Tetap Bersyukur dan
Tidak Usah Bersedih
Riska, gadis yang punya hobi menulis cerpen
dan aktif mengajar di TPQ juga menceritakan pengalaman berlebaranya dalam
suasana pandemi Covid-19.
Menurutnya, untuk sholat ied di hari
raya idhul fitri 1441 H ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena
tahun ini, banyak orang melaksanakan sholat ied di rumah bersama keluarga.
Hal tersebut dilakukan untuk
meminimalisir penyebaran virus Covid 19 yang akhir-akhir ini masih terus
melanda negeri kita.
“Sangat mengharukan memang suasana
seperti ini, ada senang dan ada sedih. Senang karena kita masih diberi
kesempatan untuk menjumpai hari yang fitri ini. Dan sedih karena kita tidak
bisa halal bihalal dengan berjabat tangan,” katanya.
Selain itu, suasana lebaran juga sangat
berbeda karena tidak bisa menikmati orang yang datang berbondong-bondong pergi ke
tanah lapang untuk sholat idul fitri dengan mengenakan baju lebaran yang beraneka
model dan motif.
Tetapi walaupun lebaran kali ini sangat
berbeda, sambungnya, kita harus tetap bersyukur dan tidak usah bersedih. Anggap
saja pengalaman ini, adalah moment langka yang jarang terjadi.
Diahir ceritanya, Riska tetap bersyukur
dan berharap lebaran tahun depan sudah kembali normal.
“Dan semoga saja tahun berikutnya kita
menjumpai Ramadhan dan Idhul Fitri kembali dengan kondisi yang lebih baik,” harapnya.
Rahma DL; Kita Jadi Belajar Betapa
Berharganya Berkumpul Bersama Keluarga
Masih senada dengan cerita di atas,
Rahma DL, seorang karyawan swasta di Purbalingga dan pengajar TPQ ini mengajak
untuk selalu berfikir positif meskipun berlebaran di tengah-tengah pandemi
Covid 19.
Menurutnya, satu bulan lamanya kita
berpuasa dan saat hari raya idul fitri sekarang ini terasa sangat berbeda
dengan hari raya sebelumnya.
Tangan tak bisa berjabat tangan,
Silaturahmi hanya kita lakukan lewat media online dan tidak bisa berkumpul
dengan Teman, keluarga dan saudara terdekat.
“Tetapi ada salah satu pelajaran yang
kita dapat, ramadhan di tengah pandemi Covid 19 ini. Karena kita jadi belajar betapa
berharganya berkumpul bersama keluarga dan orang-orang terdekat sebelum adanya
pandemi ini,” kata gadis yang hobi memasak ini .
Di ahir cerita dan kesan lebaranya,
Rahma berharap semoga kita selalu bersikap positif dan bisa mengambil hikmah
dibalik pandemi Covid 19.
Apri; Tidak Ada Takbir Keliling
Kampung
Sementara itu, Apri, pelajar SMK yang
tampak rajin berbusana rapih dan pengajar TPQ ini juga merasakan ada yang
hilang karena tidak bisa ikut bersama-sama bertakbiran di mushala dan takbir
keliling kampung.
“Shalat idul fitri kali ini sangat
berbeda dari salat idul fitri ditahun-tahun sebelumnya. Karena tidak ada takbir
keliling dan malam takbiran pun rasanya sepi sekali. Da shalat Ied yang di
tunggu-tunggu pun tidak bisa dilakukan bersama-sama,” katanya.
Dan saat mendengar takbir berkumandang,
lanjutnya, membuat hati tenang hingga meneteskan air mata mengingat Allah Yang Maha
Kuasa.
Dan lebaran tahun 2020 ini, juga tidak
ada silaturhami, tidak berjabat tangan bahkan tidak ada kumpulan keluarga.
Padahal hari Idul fitri adalah kesempatan untuk bertemu sanak saudara.
“Semua pasti ada hikmahnya. kita hanya
perlu memohon kepada-Nya agar ujian ini cepat berlalu. Aamiin,” harapnya. (ies)
#Shalat #Idul Fitri #Lebaran #Covid19