Senin, 01 Juni 2020

Opini; TPQ di Masa Pandemi Covid 19 dan Harapanya


Imam Edi S Kepala TPQ Nurul Iman (kanan) dalam Wisuda Bersama oleh FKPTPQ Kaligondang di Slinga pada 31 Oktober 1999 lalu (Foto: Dok.TPQ Nurul Iman Penaruban)
Opini; TPQ di Masa Pandemi Covid 19 dan Harapanya
Oleh Imam Edi S, Kepala TPQ Nurul Iman Penaruban

Keberadaan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) sebagai lembaga non formal dibidang pendidikan agama khususnya baca dan tulis al Quran telah di akui oleh pemerintah.

TPQ yang lahir seiring lahirnya metode Iqro oleh KH As'ad Humam di Yogyakarta pada tahun 1988 tepatnya di kampung Selokraman Kotagede ini, sudah memiliki pengalaman dan kontribusi yang nyata dalam pendidikan moral bangsa.

Lebih dari tiga dekade, TPQ juga telah ikut mewarnai pendidikan karakter bangsa yang berbasis al Quran. Membaca dan menulis huruf atau teks al Quran menjadi ciri khusus dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).

Baca Juga : 

 KBM di kelas Quran TPQ Nurul Iman Penaruban di mushala an nuur, 23 januari 2019 lalu (Foto: Dok. TPQ Nurul Iman Penaruban)
Kita ketahui bahwa keberadaan TPQ di masyarakat sudah diakui, hal itu dibuktikan dengan masih eksisnya penyelenggaraan pendidikan hingga saat ini.

Dengan tiga tingkatan jenjang belajar, yakni tingkat Taman Kanak kanak Al Qur’an (TKQ), Tingkat Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) dan Tingkat Ta’limul Qur’an Lil Aulad (TQA) bisa dikatakan telah berjalan efektif.

Dan tiga tingkatan tersebut telah diwujudkan dalam penyelenggaraan wisuda sebagai akhir pembelajaran.

Santriwan dan santriwati adalah sebutan bagi para siswa yang aktif belajar di lingkungan TPQ. Dan Ustadz Ustadzah adalah sebutan atau sapaan yang lazim bagi para tenaga pendidiknya.

Dalam penyelenggaraanya sebagai pendidikan non formal, sebagian TPQ ada yang dikelola secara pribadi, kelompok atau yayasan. Sebagian juga ada yang dikelola oleh organisasi kemasyarakatan (ormas), takmir masjid, mushala dan lain-lain.

Jam belajar minimal empat jam dalam sepekan, biasanya diampu oleh para ustadz dengan sistem klasikal dan privat (persantri). Dan inilah salah satu metode pembelajaran yang ada di TPQ.

Baca Juga : 

KBM di kelas Iqro TPQ Nurul Iman Penaruban di MI Muhammadiyah, 18 Februari 2020 lalu (Foto: Dok. TPQ Nurul Iman Penaruban)
Metode klasikal dengan ceramah, cerita/mendongeng, menyanyi, menggambar, mewarnai dan bermain memperkaya berlangsungnya KBM. Proses KBM juga bisa di ruang kelas, rumah, mushala/masjid. Kemudian KBM di luar kelas atau di halaman yang lebih dikenal dengan outing class.

Usaha meningkatkan kompetensi santri dan ustadz juga telah digelar, baik melalui diklat bagi para ustadz dan festival santri di tingkat lokal, regional maupun nasional.

Bagi para ustadz atau pengelola, peningkatan kemampuan tersebut bertujuan untuk mengukur sekaligus menambah skil/keahlian dalam penguasaan materi pembelajaran dan penguasaan kelas.

Sementara bagi santri, festival atau perlombaan menjadi salah satu ajang dalam mengasah dan membangun sportifitas, mental dan prestasi.

Kini dengan adanya pandemi Covid 19, TPQ perlu beradaptasi. Mulai dari kurikulum, materi, kelas dan jam belajar. Termasuk protokol KBM, baik di dalam maupun di luar kelas.

Untuk sementara selama hampir tiga bulan TPQ telah melaksanakan KBM secara online melalui media WhatsApp. Meskipun jujur kita akui belum bisa berjalan maksimal, karena tidak semua wali santri memiliki dan menggunakan HP berbasis android.

Kemudian konsekuensi jika kenormalan baru “new normal” diberlakukan, maka TPQ perlu payung hukum atau regulasi dalam pelaksanannya. Dan dukungan tersebut tidak hanya sebatas kebijakan penyelenggaraannya, namun juga sumber dana khususnya dari pemerintah.

Karena dengan kondisi yang seperti ini, tentu lebih banyak membutuhkan sarana dan prasarana dalam pelaksanaannya. Seperti jam belajar yang bertambah, karena jumlah santri di batasi. Kemudian sabun cuci tangan dan kaki, handsanitizer, masker, face cover dan lain-lain.

Pertanyaan selanjutnya adalah jika TPQ hadir kembali menggelar KBM di tengah-tengah pandemi covid 19, maka TPQ dihadapkan pada kebudayaan baru.

Hal ini menjadi tantangan bagi para penyelenggara TPQ yakni pengelola dan ustadznya. Kemudian juga santri dan para wali santrinya, karena mau tidak mau gaya baru atau pola hidup baru yang lebih Islami harus diterima dan dijalankan.

Jika tidak, maka TPQ dan masa depan penyelenggaraan pendidikan yang berbasis baca tulis al Quran bisa terancam bubar.

Dan hal ini, tentu tidak kita inginkan bersama, untuk itu mari kita bersama-sama membangun optimisme dan bangkit demi membangun masa depan anak-anak kita menjadi ‘Generasi Qurani’. 

Sambil menunggu adanya regulasi dari pemerintah untuk KBM di TPQ, berharap kepada para pengelola dan ustadz TPQ mari kita mempersiapkan dan berbenah diri untuk menghadapi kenormalan baru atau "new normal" dengan membuat rencana baru. (ies)

*)Penulis adalah Kepala TPQ Nurul Iman Penaruban, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga

#TPQ #Taman Pendidikan Al Quran #Covid 19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita adalah Fakta

  Supriyono Purbalingga PAI KUA Kalimanah saat sedang mengambil gambar salah satu pelayanan oleh PAI Bidang Wakaf di KUA Kalimanah Purbaling...