Imam Edi S Kepala TPQ Nurul Iman (kanan) dalam Wisuda Bersama oleh FKPTPQ Kaligondang di Slinga pada 31 Oktober 1999 lalu (Foto: Dok.TPQ Nurul Iman Penaruban) |
Opini; TPQ di Masa Pandemi Covid 19 dan
Harapanya
Oleh Imam Edi S, Kepala TPQ Nurul Iman
Penaruban
Keberadaan Taman Pendidikan Al Quran
(TPQ) sebagai lembaga non formal dibidang pendidikan agama khususnya baca dan
tulis al Quran telah di akui oleh pemerintah.
TPQ yang lahir seiring lahirnya metode
Iqro oleh KH As'ad Humam di
Yogyakarta pada tahun 1988 tepatnya di kampung
Selokraman Kotagede ini, sudah memiliki
pengalaman dan kontribusi yang nyata dalam pendidikan moral bangsa.
Lebih dari tiga dekade, TPQ juga telah
ikut mewarnai pendidikan karakter bangsa yang berbasis al Quran. Membaca dan
menulis huruf atau teks al Quran menjadi ciri khusus dalam proses Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM).
Baca Juga :
KBM di kelas Quran TPQ Nurul Iman Penaruban di mushala an nuur, 23 januari 2019 lalu (Foto: Dok. TPQ Nurul Iman Penaruban) |
Kita ketahui bahwa keberadaan TPQ di
masyarakat sudah diakui, hal itu dibuktikan dengan masih eksisnya
penyelenggaraan pendidikan hingga saat ini.
Dengan
tiga tingkatan jenjang belajar, yakni tingkat Taman
Kanak kanak Al Qur’an (TKQ), Tingkat Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) dan Tingkat
Ta’limul Qur’an Lil Aulad (TQA) bisa dikatakan telah berjalan efektif.
Dan tiga tingkatan tersebut telah
diwujudkan dalam penyelenggaraan wisuda sebagai akhir pembelajaran.
Santriwan dan santriwati adalah sebutan
bagi para siswa yang aktif belajar di lingkungan TPQ. Dan Ustadz Ustadzah
adalah sebutan atau sapaan yang lazim bagi para tenaga pendidiknya.
Dalam penyelenggaraanya sebagai
pendidikan non formal, sebagian TPQ ada yang dikelola secara pribadi, kelompok atau
yayasan. Sebagian juga ada yang dikelola oleh organisasi kemasyarakatan
(ormas), takmir masjid, mushala dan lain-lain.
Jam belajar minimal empat jam dalam
sepekan, biasanya diampu oleh para ustadz dengan sistem klasikal dan privat
(persantri). Dan inilah salah satu metode pembelajaran yang ada di TPQ.
Baca Juga :
KBM di kelas Iqro TPQ Nurul Iman Penaruban di MI Muhammadiyah, 18 Februari 2020 lalu (Foto: Dok. TPQ Nurul Iman Penaruban) |
Metode klasikal dengan ceramah, cerita/mendongeng,
menyanyi, menggambar, mewarnai dan bermain memperkaya berlangsungnya KBM.
Proses KBM juga bisa di ruang kelas, rumah, mushala/masjid. Kemudian KBM di
luar kelas atau di halaman yang lebih dikenal dengan outing class.
Usaha meningkatkan kompetensi santri dan
ustadz juga telah digelar, baik melalui diklat bagi para ustadz dan festival
santri di tingkat lokal, regional maupun nasional.
Bagi para ustadz atau pengelola, peningkatan
kemampuan tersebut bertujuan untuk mengukur sekaligus menambah skil/keahlian
dalam penguasaan materi pembelajaran dan penguasaan kelas.
Sementara bagi santri, festival atau
perlombaan menjadi salah satu ajang dalam mengasah dan membangun sportifitas, mental
dan prestasi.
Kini dengan adanya pandemi Covid 19, TPQ
perlu beradaptasi. Mulai dari kurikulum, materi, kelas dan jam belajar.
Termasuk protokol KBM, baik di dalam maupun di luar kelas.
Untuk sementara selama hampir tiga bulan
TPQ telah melaksanakan KBM secara online melalui media WhatsApp. Meskipun jujur
kita akui belum bisa berjalan maksimal, karena tidak semua wali santri memiliki
dan menggunakan HP berbasis android.
Kemudian konsekuensi jika kenormalan baru “new
normal” diberlakukan, maka TPQ perlu payung hukum atau regulasi dalam
pelaksanannya. Dan dukungan tersebut tidak hanya sebatas kebijakan penyelenggaraannya,
namun juga sumber dana khususnya dari pemerintah.
Karena dengan kondisi yang seperti ini,
tentu lebih banyak membutuhkan sarana dan prasarana dalam pelaksanaannya.
Seperti jam belajar yang bertambah, karena jumlah santri di batasi. Kemudian
sabun cuci tangan dan kaki, handsanitizer, masker, face cover dan lain-lain.
Pertanyaan selanjutnya adalah jika TPQ
hadir kembali menggelar KBM di tengah-tengah pandemi covid 19, maka TPQ
dihadapkan pada kebudayaan baru.
Hal ini menjadi tantangan bagi para
penyelenggara TPQ yakni pengelola dan ustadznya. Kemudian juga santri dan para
wali santrinya, karena mau tidak mau gaya baru atau pola hidup baru yang lebih
Islami harus diterima dan dijalankan.
Jika tidak, maka TPQ dan masa depan
penyelenggaraan pendidikan yang berbasis baca tulis al Quran bisa terancam bubar.
Dan hal ini, tentu tidak kita inginkan
bersama, untuk itu mari kita bersama-sama membangun optimisme dan bangkit demi membangun
masa depan anak-anak kita menjadi ‘Generasi Qurani’.
Sambil menunggu adanya regulasi dari pemerintah untuk KBM di TPQ, berharap kepada para pengelola dan ustadz TPQ mari kita mempersiapkan dan berbenah diri untuk menghadapi kenormalan baru atau "new normal" dengan membuat rencana baru. (ies)
*)Penulis adalah Kepala TPQ Nurul Iman
Penaruban, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga
#TPQ #Taman Pendidikan Al Quran #Covid
19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar